Catatan E. Rambe, S.Sos
Direktur Eksekutif TOPAN-RI
LSM dalam konteks universal diartikan sebagai sebuah organisasi,
didirikan perorangan ataupun sekelompok orang secara sukarela memberikan
pelayanan pada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari kegiatannya.
Konsep civil society karakteristik LSM bercirikan, mandiri
dan tidak menggantungkan diri pada bantuan pemerintah dipandang dapat
memainkan peran penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi
melalui perannya dalam pemberdayaan civil society dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran, civil society, di Kabupaten Rokan Hulu sangat jauh dari prinsip kemandirian.
Independensi masyarakat terhadap pemerintah, merupakan prinsip utama dalam membangun civil society tidak
terlihat, dominasi pemerintah terlihat jelas dalam perumusan kebijakan,
sementara dalam implementasi kebijakan banyak terjadi manipulasi, dapat
merugikan masyarakat.
Kondisi semacam ini seharusnya LSM dapat mengambil peran untuk memperbaikinya agarc tercipta civil society,
kuat dan mandiri, melalui peran-peran pemberdayaan masyarakat, advokasi
public dan pengawasan kebijakan pemerintahan daerah, seharusnya
eksistensi dan peran LSM di Kabupaten Rokan Hulu telah memberikan warna
dalam upaya-upaya memperkuat civil society.
Namun tak semua LSM berperan sebagaimana seharusnya, yaitu sebagai pilar hadirnya civil society. Beberapa
LSM justru melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari fungsinya.
Hasil pantauan distorsi peran LSM di Kabupaten Rokan Hulu terjadi karena
beberapa faktor yaitu: adanya motif mencari keuntungan, ketiadaan
sumber dana dan rendahnya profesionalisme, latar belakang profesi
aktivis beraneka ragam, konsep ideloginya tidak jelas serta regulasinya
terlalu longgar. karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengembalikan
kembali peran LSM sebagai pilar civil society dilakukan melalui reposisi internal dan eksternal.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan nama lain Non Government Organization (NGO) atau
organisasi non pemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat
mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih
dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional,
propinsi maupun di tingkat kabupaten dan kota, dimana dari tahun ketahun
jumlah ini semakin bertambah.
Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonomi dan kemajuan
teknologi informasi merupakan factor-faktor pendorong terus bertambahnya
jumlah LSM di Indonesia. Bergulirnya era reformasi menggantikan era
orde baru dikuti pula dengan peningkatan jumlah LSM. Jika pada tahun
1997 ditaksir ada sekitar 4000-7000 LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM
menurut Departemen Dalam Negeri menjadi sekitar 13.500 LSM. Iklim
segar dibawa angin reformasi menciptakan keleluasaan luas dalam
upaya-upaya penyaluran aspirasi.
Kebebasan menyampaikan pendapat, berekspresi, berserikat dan
berkumpul dijamin penuh undang-undang. Dominasi pemerintah pada masa
orde baru dijalankan melalui depolitisasi atau partisipasi terkontrol,
bertujuan untuk menjamin hegemoni pemerintah dan mengontrol masyarakat
melalui pembatasan kegiatan partai politik dan organisasi sosial dengan
dalih menciptakan kestabilan politik, semakin terkikis
tuntutan-tuntutan untuk mengurangi fungsi kontrol pemerintah terhadap
masyarakat dan di lain pihak meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
segala aspek kehidupan meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya
dan bidang-bidang lainnya.
Ruang politik semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring
dengan diberikannya kebebasan luas memberikan kesempatan pada
kelompok-kelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk
organisasi sosial politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas
dan tujuan masing-masing.
Tidak ada lagi hegemoni ideologi dijalankan lewat berbagai
undang-undang mendudukan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi
setiap organisasi seperti pada masa orde baru menyebabkan aktifitas LSM
dan organisasi sosial politik lainnya berada dalam ruang sempit.
Partai-partai politik dengan latar belakang berbagai ideologi
bermunculan, dengan dimulainya era kebebasan ini. Organisasi-organisasi
sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur. LSM secara umum
diartikan sebagai sebuah organisasi didirikan perorangan ataupun
sekelompok orang secara sukarela memberikan pelayanan pada masyarakat
umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan berbasis pada gerakan moral (moral force)
memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
politik. LSM dipandang mempunyai peran signifikan dalam proses
demokratisasi. Jenis organisasi ini diyakini memiliki fungsi dan
karakteristik khusus dan berbeda dengan organisasi pada sektor
politik-pemerintah maupun swasta (private sector), sehingga mampu menjalankan tugas tertentu tidak dapat dilaksanakan organisasi pada dua sektor tersebut.
Berbeda dengan organisasi politik, berorientasi kekuasaan dan
swasta berorientasi komersial, secara konsepsional LSM memiliki
karakteristik bercirikan: non partisan, tidak mencari keuntungan
ekonomi, bersifat sukarela dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri
ini menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi
ikatan-ikatan motif politik dan ekonomi. Ciri-ciri LSM tersebut juga
membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan
masyarakat tidak begitu diperhatikan sector politik dan swasta.
Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran control
lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan
fungsi pengawasan di tengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat.
Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama bergerak
dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM bagaimana
mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers bebas, tuntutan kebebasan
berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan
kebijakan-kebijakan merugikanrakyat.
Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis memberikan
tekanan pada pemerintah. Pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola
hubungan konfliktual, dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan
mempengaruhi organisasi, cara kerja dan orientasi LSM.
Namun dalam sistem politik demokratis, LSM dan pemerintah dapat
bersama-sama memberikan sumbangan penting dalam hal peningkatan hak-hak
rakyat. Perubahan dibawa era reformasi menyebabkan wajah kekuasaan
menjadi tidak se solid dulu, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan
lebih besar untuk mengungkapkan pikiran dan tuntutannya.
Kehidupan politik lebih demokratis saat ini, membuat banyak LSM
mulai meninggalkan strategi konfrontatif dengan pemerintah dengan cara
berusaha menjalin kerjasama dengan pemerintah ketika peluang politik
tersedia. LSM saat ini tidak lagi memandang pemerintah setajam dulu,
meskipun demikian masih terdapatkesadaran luas di kalangan LSM
pemerintah tetap potensial menjadi pengekang rakyat.
LSM punyai peran sangat besar dalam kehidupan masyarakat dan melihat LSM sebagai alternatif untuk munculnya civil society LSM dapat memainkan peran sangat penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran.
Berbicara mengenai LSM sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari civil society, karena LSM merupakan tulang punggung dari civil society, kuat dan mandiri. Sedangkan pemberdayaan civil society merupakan sine qua non bagi proses demokratisasi di Indonesia.
Konsep mengenai civil society sendiri dapat diartikan sebagai suatu tatanan sosial atau masyarakat memiliki peradaban (civilization),
di dalamnya terdapat asosiasi warga masyarakat bersifat sukarela dan
terbangun sebuah jaringan hubungan berdasarkan berbagai ikatan sifatnya
independen terhadap negara. Kegiatan masyarakat sepenuhnya bersumber
dari masyarakat itu sendiri, sedangkan negara hanya merupakan
fasilitator.
Akses masyarakat terhadap lembaga negara dijamin dalam civil society, individu
dapat melakukan partisipasi politik secara bebas. Warga Negara bebas
mengembangkan dirinya secara maksimal dan leluasa dalam segala aspek
kehidupan yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan
bidang-bidang lainnya.
Civil society memiliki empat komponen sebagai syarat; pertama Otonomi, kedua akses masyarakat terhadap lembaga Negara, ketiga arena publik bersifat otonom dan keempat arena publik terbuka bagi semua lapisan masyarakat.
Berdasarkan komponen-komponen tersebut, civil society mempersyaratkan adanya organisasi sosial politik dan kelompok kepentingan memiliki tingkat kemandirian.
Organisasi sosial dan politik memiliki tingkat kemandirian, LSM dan
media massa. LSM memiliki tingkat keleluasaan bergerak serta kebebasan
dan kemandirian cukup tinggi dapat dijadikan sumber daya politik
potensial dalam menyiapkan civil society. civil society sebagai suatu ruang publik antara negara dan masyarakat.
Kekuasaan Negara dibatasi dalam ruang publik partisipasi politik
masyarakat dalam rangka pembentukan kebijaksanaan public, konteks ini
LSM cukup potensial ikut menciptakan civil society karena dengan kemampuannya mampu mengisi ruang publik.
Kabupaten Rokan Hulu merupakan kabupaten memiliki banyak potensi di
Provinsi Riau, berdasarkan Undang-Undang Rrepublik Indonesia Nomor 11
Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
53 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan
Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun,
Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam.
Termasuk landasan utama dalam kebersamaan untuk mewujudkan
pembangunan agar kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan, baik
secara ekonomi, pendidikan, kebudayaan, politik dan lainnya, kemudian
Kabupaten Rohul bergerak dengan cepat dan pasti membangun daerahnya
hingga kelak menjadi Kabupaten terbaik di Provinsi Riau.
Jika ditilik dari sejarah, jauh sebelum terbentuknya Kabupaten
Rokan Hulu, Desa Tandun, Desa Aliantan dan Desa Kabun sudah berada dalam
Kecamatan Tandun dalam wilayah Eks Kewedanaan Pasir Pangarayan wilayah
kerja Pembantu Bupati Kampar Wilayah I menjadi dasar wilayah pembentukan
Kabupaten Rokan Hulu.
Luas wilayah kerja Pembantu Bupati Kampar Wilayah I meliputi 7
Kecamatan, yaitu Kecamatan Tambusai, Kecamatan Rambah, Kecamatan Rambah
Samo, Kecamatan Kepenuhan, Kecamatan Tandun, Kecamatan Rokan IV Koto dan
Kecamatan Kunto Darussalam dengan luas wilayah keseluruhan 7.449,85 km2
dan jumlah penduduk sebanyak 268.291 jiwa Tahun 1998.
Di dalamnya termasuk wilayah dan penduduk Kecamatan Tandun dengan
Desa Tandun, Desa Aliantan dan Desa Kabun. Sesuai dengan data usulan
Gubernur Riau melalui surat Nomor 136/TP/1433 tanggal 15 Juni 1999
perihal Usulan Pemekaran Daerah Tingkat II di Provinsi Riau dengan surat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau tanggal 24
Juni 1999 Nomor 19/KPTS/Pimp/DPRD/1999 tentang Rekomendasi Dukungan
Terhadap Usulan Pemekaran Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II di
Provinsi Riau dan surat Bupati Kampar Nomor 180/HK/86/1999 tanggal 3
Juni 1999
Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, juga menjadi salah satu ciri dari civil society sangatlah
tidak memadai. Tapi peran penting civil socity diakomodir Pemkab Rokan
Hulu, sehingga dapat menjadi mitra baik dalam menentukan kebijakan
public, khsusunya di Rokan Hulu, pemerintah mencoba memfasilitasi
sehingga NGO dapat bergandengan tagan dengan semua pihak dengan tujuan
untuk membanguan dan menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat Rokan Hulu.
Pemkab Rokan Hulu melalui Kakankesbang Linmas Ervan Ridho, sangat
bangga dengan keaneka ragaman, NGO di Kabupaten Rohul, sehingga itu
membuat ide dalam konsep pembangunan di Rohul lebih energik, sehingga ke
depan lebih professional, seyogyanya diadakan diskuis dengan mendatang
nara sumber dnilai cukup pakar dalam bidang sivil socity, agar
keilmuannya dapat diterapkan, sehingga antara NGO dengn Pemkab Rohul
dapat selaras mewujudkan visi dan pembangunan Rohul.
Selanjutnya Bupati Rohul Drs. H. Ahmad, MSi diminta tetap
memberikan dukungan terhadap NGO agar lebih profsional dalam
melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya sesuai ketentuan aturan dan
undang-undang, Harapan agar sama-sama dapat menghargai kultur di Rohul
nilai-nilai adat budaya sangat elegan, jika sama-sama di junjung tinggi,
seperti Rohul dikenal dengan filosofi negeri seribu suluk.
Semestinya Pemkab Rohul bangga dengan kehadiran NGO sehingga dapat
melakukan control, secara kompleks, sebab Kabupaten Rohul milik seluruh
masyarakat tanpa dukungan dari semua elemen mustahil pembangunan dapat
terrealisasi secara siknifikan, Bupati Rohul bisa mengajak NGO agar
dapat mendukung setiap job project dan program pembangunan sesuai dengan
program kerja LSM itu sendiri.
Dalam kondisi semacam ini seharusnya LSM dapat mengambil peran untuk memperbaiki kondisi, dalam rangka menciptakan civil society kuat dan mandiri dapat memilih sikap
Pertama sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power),
peranan ini tercermin pada upaya LSM mengontrol, mencegah, dan
membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat.
Peranan ini umumnya dilakukan dengan advokasi kebijakan lewat lobi,
pernyataan politik, petisi dan aksi demonstrasi.
Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat diwujudkan
lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan
kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan
kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian, dan
partisipasi, peranan ini umumnya dilakukan dengan cara pendidikan dan
latihan, pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat.
Ketiga, sebagai lembaga perantara (intermediary institution),
dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi, bersifat memediasi hubungan
antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarat dengan
LSM dan antar LSM sendiri dengan masyarakat, peranan ini umumnya
diwujudkan melalui cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan dan
kerjasama antar actor.
LSM umumnya membuat agenda-agenda diklaim merepresentasikan
masyarakat, namun ketika muncul godaan dari pembuat kebijakan mereka
dapat dengan mudah meninggalkan masyarakat, menyebutnya sebagai problem
keterputusan (disconnection) biasanya ditemukan dalam hubungan antara LSM dan masyarakat atau komunitas.
Berbagai problematika melibatkan LSM-LSM di Kabupaten Rohul ini
bisa saja memunculkan degradasi kepercayaan publik, karena sesungguhnya
banyak sekali tantangan harus dihadapi LSM baik internal maupun
eksternal, sisi internal misalnya inefesiensi manajemen, pertikaian
antar aktivis, transparansi dan sebagainya.
Selain itu masalah sumber dana merupakan tantangan utama harus
dihadapi LSM sudah terlihat ditingkat nasional, ada LSM memilih merubah
arah ideologis sesuai dengan penyandang dananya.
Profesionalisme LSM juga refleksi tentang hubungan NGO dengan pemerintah menggambarkan kondisi LSM carut-marut, sehingga diperlukan adanya evaluasi atas kinerja LSM.
Justru banyak LSM malah berperan memperlemah gerakan rakyat dan
melakukan kegiatan kontra-produktif. LSM seperti ini bukannya menjadi
tulang punggung civil society namun sebaliknya justeru semakin memperlemah.
Penyimpangan-penyimpangan perilaku LSM dan berbagai permasalahan
dihadapi LSM, menunjukan telah terjadi distorsi terhadap peran
seharusnya dijalankan LSM dalam pola relasinya dengan pemerintah dan
masyarakat. Cukup banyak LSM-LSM di Kabupaten Rohul dengan masing-masing
ideologi, ruang lingkup kegiatan dan peranannya berbeda-beda.
Beberapa LSM konsekuen dengan tujuan utama mereka, namun sebagian
lagi telah menyimpang dari konsep peran dan fungsi LSM, sehingga
diperlukan adanya upaya-upaya untuk memperkuat kembali peran LSM dalam
konteks civil society. Ini perlu pola relasi antara LSM dengan
pemerintah dan masyarakat serta penyebab terjadinya distorsi terhadap
peran, seharusnya dilaksanakan LSM di kabupaten Rohul dalam konteks civil society.
Apalagi umumnya Pimpinan Satuan Kerja Perngkat Daerah (SKPD),
dinilainya tidak paham tentang pernundang-undangan, khususnya mengatur
mengenai peran serta masyarakat, sebab tak jarang, jika NGO itu
mengutarakan pendapatan terhadap suatu kasus malah ada sebutan NGO atau
LSM, bukanlah polisi atau jaksa, memang bukan, tetapi mestinya adanya
singkronisasi atau korelasi.
Mislanya Undang-Undang No 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan, Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang keterbukaan Informasi
Publik.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking