Vrydag 12 April 2013

Probelamtika Civil Society Di Rohul, Butuh Kordinasi Konstruktif, LSM Harus Punya Kompas Ideologi

Catatan E. Rambe, S.Sos

Direktur Eksekutif TOPAN-RI

LSM dalam konteks universal diartikan sebagai sebuah organisasi, didirikan perorangan ataupun sekelompok orang secara sukarela memberikan pelayanan pada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Konsep civil society karakteristik LSM bercirikan, mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan pemerintah dipandang dapat memainkan peran penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran, civil society, di Kabupaten Rokan Hulu sangat jauh dari prinsip kemandirian.
Independensi masyarakat terhadap pemerintah,  merupakan prinsip utama dalam membangun civil society tidak terlihat, dominasi pemerintah terlihat jelas dalam perumusan kebijakan, sementara dalam implementasi kebijakan banyak terjadi manipulasi, dapat merugikan masyarakat.
Kondisi semacam ini seharusnya LSM dapat mengambil peran untuk memperbaikinya agarc tercipta civil society, kuat dan mandiri, melalui peran-peran pemberdayaan masyarakat, advokasi public dan pengawasan kebijakan pemerintahan daerah, seharusnya eksistensi dan peran LSM di Kabupaten Rokan Hulu telah memberikan warna dalam upaya-upaya memperkuat civil society.
Namun tak semua LSM berperan sebagaimana seharusnya, yaitu sebagai pilar hadirnya civil society. Beberapa LSM justru melakukan tindakan-tindakan  menyimpang dari fungsinya. Hasil pantauan distorsi peran LSM di Kabupaten Rokan Hulu terjadi karena beberapa faktor yaitu: adanya motif mencari keuntungan, ketiadaan sumber dana dan rendahnya profesionalisme, latar belakang profesi aktivis  beraneka ragam, konsep ideloginya tidak jelas serta regulasinya terlalu longgar. karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengembalikan kembali peran LSM sebagai pilar civil society  dilakukan melalui reposisi internal dan eksternal.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan nama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi non pemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten dan kota, dimana dari tahun ketahun jumlah ini semakin bertambah.
Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi merupakan factor-faktor pendorong terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia. Bergulirnya era reformasi menggantikan era orde baru dikuti pula dengan peningkatan jumlah LSM. Jika pada tahun 1997 ditaksir ada sekitar 4000-7000 LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM menurut Departemen Dalam Negeri menjadi sekitar 13.500 LSM.  Iklim segar dibawa angin reformasi menciptakan keleluasaan luas dalam upaya-upaya penyaluran aspirasi.
Kebebasan menyampaikan pendapat, berekspresi, berserikat dan berkumpul dijamin penuh undang-undang. Dominasi pemerintah pada masa orde baru dijalankan melalui depolitisasi atau partisipasi terkontrol, bertujuan untuk menjamin hegemoni pemerintah dan mengontrol masyarakat melalui pembatasan kegiatan partai politik dan organisasi sosial dengan dalih menciptakan kestabilan politik, semakin terkikis  tuntutan-tuntutan untuk mengurangi fungsi kontrol pemerintah terhadap masyarakat dan di lain pihak meningkatkan kemandirian masyarakat dalam segala aspek kehidupan meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan bidang-bidang lainnya.
Ruang politik semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan diberikannya kebebasan luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-masing.
Tidak ada lagi hegemoni ideologi dijalankan lewat berbagai undang-undang  mendudukan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi setiap organisasi seperti pada masa orde baru menyebabkan aktifitas LSM dan organisasi sosial politik lainnya berada dalam ruang sempit.
Partai-partai politik dengan latar belakang berbagai ideologi bermunculan, dengan dimulainya era kebebasan ini. Organisasi-organisasi sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur. LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi  didirikan perorangan ataupun sekelompok orang secara sukarela memberikan pelayanan pada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan berbasis pada gerakan moral (moral force) memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik. LSM dipandang mempunyai peran signifikan dalam proses demokratisasi. Jenis organisasi ini diyakini memiliki fungsi dan karakteristik khusus dan berbeda dengan organisasi pada sektor politik-pemerintah maupun swasta (private sector), sehingga mampu menjalankan tugas tertentu tidak dapat dilaksanakan organisasi pada dua sektor tersebut.
Berbeda dengan organisasi politik, berorientasi kekuasaan dan swasta berorientasi komersial, secara konsepsional LSM memiliki karakteristik  bercirikan: non partisan, tidak mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi  ikatan-ikatan motif politik dan ekonomi. Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat tidak begitu diperhatikan sector politik dan swasta.
Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran control lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan di tengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM bagaimana mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan merugikanrakyat.
Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis memberikan tekanan pada pemerintah. Pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan konfliktual,  dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja dan orientasi LSM.
Namun dalam sistem politik demokratis, LSM dan pemerintah dapat bersama-sama memberikan sumbangan penting dalam hal peningkatan hak-hak rakyat. Perubahan dibawa era reformasi menyebabkan wajah kekuasaan menjadi tidak se solid dulu, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengungkapkan pikiran dan tuntutannya.
Kehidupan politik lebih demokratis saat ini, membuat banyak LSM mulai meninggalkan strategi konfrontatif dengan pemerintah dengan cara berusaha menjalin kerjasama dengan pemerintah ketika peluang politik tersedia. LSM saat ini tidak lagi memandang pemerintah setajam dulu, meskipun demikian masih terdapatkesadaran luas di kalangan LSM pemerintah tetap potensial menjadi pengekang rakyat.
LSM punyai peran sangat besar dalam kehidupan masyarakat dan melihat LSM sebagai alternatif untuk munculnya civil society LSM dapat memainkan peran sangat penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran.
Berbicara mengenai LSM sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari civil society, karena LSM merupakan tulang punggung dari civil society, kuat dan mandiri. Sedangkan pemberdayaan civil society merupakan sine qua non bagi proses demokratisasi di Indonesia.
Konsep mengenai civil society sendiri dapat diartikan sebagai suatu tatanan sosial atau masyarakat memiliki peradaban (civilization), di dalamnya terdapat asosiasi warga masyarakat bersifat sukarela dan terbangun sebuah jaringan hubungan berdasarkan berbagai ikatan sifatnya independen terhadap negara. Kegiatan masyarakat sepenuhnya bersumber dari masyarakat itu sendiri, sedangkan negara hanya merupakan fasilitator.
Akses masyarakat terhadap lembaga negara dijamin dalam civil society, individu dapat melakukan partisipasi politik secara bebas. Warga Negara bebas mengembangkan dirinya secara maksimal dan leluasa dalam segala aspek kehidupan yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan bidang-bidang lainnya.
Civil society memiliki empat komponen sebagai syarat; pertama Otonomi, kedua akses masyarakat terhadap lembaga Negara, ketiga arena publik bersifat otonom dan keempat arena publik terbuka bagi semua lapisan masyarakat.
Berdasarkan komponen-komponen tersebut, civil society mempersyaratkan adanya organisasi sosial politik dan kelompok kepentingan memiliki tingkat kemandirian.
Organisasi sosial dan politik memiliki tingkat kemandirian, LSM dan media massa. LSM memiliki tingkat keleluasaan bergerak serta kebebasan dan kemandirian cukup tinggi dapat dijadikan sumber daya politik potensial dalam menyiapkan civil society. civil society sebagai suatu ruang publik antara negara dan masyarakat.
Kekuasaan Negara dibatasi dalam ruang publik partisipasi politik masyarakat dalam rangka pembentukan kebijaksanaan public, konteks ini LSM cukup potensial ikut menciptakan civil society karena dengan kemampuannya mampu mengisi ruang publik.
Kabupaten Rokan Hulu merupakan kabupaten memiliki banyak potensi di Provinsi Riau, berdasarkan Undang-Undang Rrepublik Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam.
Termasuk landasan utama dalam kebersamaan untuk mewujudkan  pembangunan agar kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan, baik secara ekonomi, pendidikan, kebudayaan, politik dan lainnya, kemudian  Kabupaten Rohul bergerak dengan cepat dan pasti membangun daerahnya hingga kelak menjadi Kabupaten terbaik di Provinsi Riau.
Jika ditilik dari sejarah, jauh sebelum terbentuknya Kabupaten Rokan Hulu, Desa Tandun, Desa Aliantan dan Desa Kabun sudah berada dalam Kecamatan Tandun dalam wilayah Eks Kewedanaan Pasir Pangarayan wilayah kerja Pembantu Bupati Kampar Wilayah I menjadi dasar wilayah pembentukan Kabupaten Rokan Hulu.
Luas wilayah kerja Pembantu Bupati Kampar Wilayah I meliputi 7 Kecamatan, yaitu Kecamatan Tambusai, Kecamatan Rambah, Kecamatan Rambah Samo, Kecamatan Kepenuhan, Kecamatan Tandun, Kecamatan Rokan IV Koto dan Kecamatan Kunto Darussalam dengan luas wilayah keseluruhan 7.449,85 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 268.291 jiwa Tahun 1998.
Di dalamnya termasuk wilayah dan penduduk Kecamatan Tandun dengan Desa Tandun, Desa Aliantan dan Desa Kabun. Sesuai dengan data usulan Gubernur Riau melalui surat Nomor 136/TP/1433 tanggal 15 Juni 1999 perihal Usulan Pemekaran Daerah Tingkat II di Provinsi Riau dengan surat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau tanggal 24 Juni 1999 Nomor 19/KPTS/Pimp/DPRD/1999 tentang Rekomendasi Dukungan Terhadap Usulan Pemekaran Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi Riau dan surat Bupati Kampar Nomor 180/HK/86/1999 tanggal 3 Juni 1999
Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, juga menjadi salah satu ciri dari civil society sangatlah tidak memadai. Tapi peran penting civil socity diakomodir Pemkab Rokan Hulu, sehingga dapat menjadi mitra baik dalam menentukan kebijakan public, khsusunya di Rokan Hulu, pemerintah mencoba memfasilitasi sehingga NGO dapat bergandengan tagan dengan semua pihak dengan tujuan untuk membanguan dan menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat Rokan Hulu.
Pemkab Rokan Hulu melalui Kakankesbang Linmas Ervan Ridho, sangat bangga dengan keaneka ragaman, NGO di Kabupaten Rohul, sehingga itu membuat ide dalam konsep pembangunan di Rohul lebih energik, sehingga ke depan lebih professional, seyogyanya diadakan diskuis dengan mendatang nara sumber dnilai cukup pakar dalam bidang sivil socity, agar keilmuannya dapat diterapkan, sehingga antara NGO dengn Pemkab Rohul dapat selaras mewujudkan visi dan pembangunan Rohul.
Selanjutnya Bupati Rohul Drs. H. Ahmad, MSi diminta tetap memberikan dukungan terhadap NGO agar lebih profsional dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya sesuai ketentuan aturan dan undang-undang, Harapan agar sama-sama dapat menghargai kultur di Rohul nilai-nilai adat budaya sangat elegan, jika sama-sama di junjung tinggi, seperti Rohul dikenal dengan filosofi negeri seribu suluk.
Semestinya Pemkab Rohul bangga dengan kehadiran NGO sehingga dapat melakukan control, secara kompleks, sebab Kabupaten Rohul milik seluruh masyarakat tanpa dukungan dari semua elemen mustahil pembangunan dapat terrealisasi secara siknifikan, Bupati Rohul bisa mengajak NGO agar dapat mendukung setiap job project dan program pembangunan sesuai dengan program kerja LSM itu sendiri.
Dalam kondisi semacam ini seharusnya LSM dapat mengambil peran untuk memperbaiki kondisi, dalam rangka menciptakan civil society  kuat dan mandiri dapat memilih sikap
Pertama sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power), peranan ini tercermin pada upaya LSM mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat. Peranan ini umumnya dilakukan dengan advokasi kebijakan lewat lobi, pernyataan politik, petisi dan aksi demonstrasi.
Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat diwujudkan lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi, peranan ini umumnya dilakukan dengan cara pendidikan dan latihan, pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat.
Ketiga, sebagai lembaga perantara (intermediary institution), dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi, bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarat dengan LSM dan antar LSM sendiri dengan masyarakat, peranan ini umumnya diwujudkan melalui cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan dan kerjasama antar actor.
LSM umumnya membuat agenda-agenda diklaim merepresentasikan masyarakat, namun ketika muncul godaan dari pembuat kebijakan mereka dapat dengan mudah meninggalkan masyarakat,  menyebutnya sebagai problem keterputusan (disconnection) biasanya ditemukan dalam hubungan antara LSM dan masyarakat atau komunitas.
Berbagai problematika melibatkan LSM-LSM di Kabupaten Rohul  ini bisa saja memunculkan degradasi kepercayaan publik, karena sesungguhnya banyak sekali tantangan harus dihadapi LSM baik internal maupun eksternal, sisi internal misalnya inefesiensi manajemen, pertikaian antar aktivis, transparansi dan sebagainya.
Selain itu masalah sumber dana merupakan tantangan utama harus dihadapi LSM sudah terlihat ditingkat nasional, ada LSM memilih merubah arah ideologis sesuai dengan penyandang dananya.
Profesionalisme LSM juga refleksi tentang hubungan NGO dengan pemerintah menggambarkan kondisi LSM carut-marut, sehingga diperlukan adanya evaluasi atas kinerja LSM.
Justru banyak LSM malah berperan memperlemah gerakan rakyat dan melakukan kegiatan kontra-produktif. LSM seperti ini bukannya menjadi tulang punggung civil society namun sebaliknya justeru semakin memperlemah.
Penyimpangan-penyimpangan perilaku LSM dan berbagai permasalahan dihadapi LSM, menunjukan telah terjadi distorsi terhadap peran seharusnya dijalankan LSM dalam pola relasinya dengan pemerintah dan masyarakat. Cukup banyak LSM-LSM di Kabupaten Rohul dengan masing-masing ideologi, ruang lingkup kegiatan dan peranannya  berbeda-beda.
Beberapa LSM konsekuen dengan tujuan utama mereka, namun sebagian lagi telah menyimpang dari konsep peran dan fungsi LSM, sehingga diperlukan adanya upaya-upaya untuk memperkuat kembali peran LSM dalam konteks civil society. Ini perlu pola  relasi antara LSM dengan pemerintah dan masyarakat serta penyebab terjadinya distorsi terhadap peran, seharusnya dilaksanakan LSM di kabupaten Rohul dalam konteks civil society.
Apalagi umumnya Pimpinan Satuan Kerja Perngkat Daerah (SKPD), dinilainya tidak paham tentang pernundang-undangan, khususnya mengatur mengenai peran serta masyarakat, sebab tak jarang, jika NGO itu mengutarakan pendapatan terhadap suatu kasus malah ada sebutan NGO atau LSM, bukanlah polisi atau jaksa, memang bukan, tetapi mestinya adanya singkronisasi atau korelasi.
Mislanya Undang-Undang No 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang keterbukaan Informasi Publik.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking