Vrydag 12 April 2013

SEJARAH MARGA RAMBE

SEJARAH TUAN SUMERHAM DAN RAMBE

Raja Rambe

 
 Dimulai dari Toga Sumba, mempunyai anak dua orang yaitu Toga Simamora dan Toga Sihombing. Toga Simamora memperistri putrid dari kel luarga Saribu Raja, sedangkan Toga Sihombing memperistri putrid dari Siraja Lottung, Toga Simamora, mempunyai anak dari hasil perkawinannya dengan putri dari keluarga Saribu Raja*, bernama Tuan Sumerham, dan seorang putri yang buta.

*Catatan:
1. selama in i telah terjadi kekeliruan dalam menyebutkan Marga istri I oga Simamora dengan menyebutkan boru Saribu Raja, hal itu beberapa ali dialami oleh marga Rambe, untuk mencari Hula-Hula Saribu Raja. Sedangkan marga keturunan Sariburaja sekarang ini adalah yang masuk dalam group Borbor.
2. Sejarah Silsilah Marbun, mengatakan “……..laos dibaen ma nasida nasapariban i marhombar balok………..” berdasarkan pernyataan ini, kalau kita lihat di Tano Tipang Bakkara, harajaon Toga Simamora berbatasan dengan harajaon Marbun.
3. Dalam sejaranh silsilah Marbun,Toga Marbun merupakan pomparan Toga Nai Pospos kakak adek dengan Tuga Sumba. Istri Toga Marbun dalam sejarah tersebut, adalah boru Pasaribu.

Berdasarkan refrensi tersebut diatas, maka Istri pertama Toga Simamora adalah Boru Pasaribu, pomparan dari Saribu Raja. Sedangkan Toga Sihombing mempunyai istri boru Lottung ( Lottung, delapan bersaudara, tujuh marga, satu perempuan) Dari boru Lottung lahir empat orang anak. yaitu Silaban, Nababan, Hutasoit, Lumbantoruan.
(setelah ini keturunan keduanya menjadi marga untuk keturunan selanjutnya. Sebelumnya adalah nama)
Kemudian Toga Simamora, turun ranjang (Mangabia, manhappi) mengawini istri dari Toga Sihombing, (apakah karena meninggal di kedua belah pihak, tidak jelas dalam sejarahnya) lahir tiga orang anak yaitu Purba, Manalu, Debataraja. Maka ke-tujuh marga ini merupakan satu ibu, lain bapak. Kita tinggalkan sejarah tersebut kita focus kepada sejarah selanjutnya tentang Tuan Sumerham. Keturunan Toga Simamora dan Toga Sihombing, bermukim di Tano Tipang Bakkara. Tuan Sumerham bersama tiga orang Saudara tirinya, tinggal serumah dan keturunan Toga Sihombing berada serumah di tempat lain. Tuan Sumerham memperistri putri dari keluarga marga Siregar juga cucu dari Lottung. Kemudian sejarahnya, semuanya sudah berkeluarga.
Purba, Manalu, Debataraja masing-masing segera dikaruniai anak. Sedangkan Tuan Sumerham dengan istrinya Tiopipian br. Siregar belum mempunyai anak. Hal inilah salah satu yang menganjal hubungan antara keluarga Tuan Sumerham dengan ketiga Saudara tirinya. Berbagai ejekan dan hinaan hampir setiap hari diterima oleh oppung kita, boru Siregar dan tetap tidak “dihailahon tondi na” Hal ini juga diselami oppung kita Tuan Sumerham. Pada suatu saat oppung boru kita, boru Siregar memohon kepada Tuan Sumerham, agar mereka pergi jauh dari ketiga Saudaranya, karena boru Siregar sudah tidak tahan lagi atas ejekan dan hinaan para istri ketiga Saudara tirinya. Akhirnya pada suatu malam hari, saat Saudara tirinya tertidur, mereka meninggalkan Tano Tipang Bakkara dengan terlebih dahulu mengamankan pusaka Toga Simamora yaitu,
1. Pedang sitastas nambur yang diikat oleh emas, Tetapi Sarung dari Pedangdisembunyikan di Bonggar-bonggar.
2. Tombak, tangkainya (stik) di kubur di salah satu tiang rumah.
3. Pustaha (buku lak-lak).
4. Gong (ogung sarabanan) di kubur di pokok nangka silambuyak (pinasasilambuyak).
Setelah Tuan Sumerham mengamankan ke-empat barang pusaka tersebut, maka merekapun pergi menuju suatu tempat yang belum mereka ketahui. Sebagai acuan mereka tinggal di mana?, Oppung Tuan Sumerham mempersiapkan sekepal tanah dari Tano Tipang Bakkar, yang akan di bandingkan dengan tanah pilihan mereka dimana kelak akan berdiam/tinggal. Rupanya Tuan Sumerham, masih mempunyai keyakinan, kelak akan kembali dan mempunyai keturunan. Hal ini ditandai oleh, :”setiap belokan Tuan Sumerham menjepitkan lidi pohon aren (pakko) dengan ujung lidi tersebut mengarah ke arah dari mana mereka datang”
(ceritra tambahan, sesampainya mereka di bukit, untuk beristirahat, karena bukit tersebut tidak cocok dengan tanah yang mereka bawa lalu bergegas untuk melanjutkan perjalanan, ternyata, sanggul /konde oppugn boru kita tertinggal di sana, maka disebut Dolok Sanggul. Setelah menuruni bukit tadi, mereka beristirahat sambil mencocokan tanah yang mereka bawa. Ternyat tidak cocok juga maka mereka kembali bergegas melanjutkan perjalanan. Rupanya tongkat Oppung boru Siregar yang terbuat dari bambu, ketinggalan ditempat mereka istirahat. Maka tempat itu dinamakan Sibuluan)

Tibalah mereka (Tuan Sumerham dan Tiopipian br Siregar) di suatu tempat pebukitan, yang kita kenal sekarang bernama “LOBU TONDANG” Pebukitan tersebut sangat cocok dan pas dengan tanah yang mereka bawa dari Tipang Bakkara. Mereka pun tinggal di sana. Dipelataran Lobu Tondang, terdapat sebuah pohon, yang disebut pohon rambe, yang setiap saat berbuah banyak. Tidak mengenal musim, kembang dan buah matang silih berganti setiap saat. Itu sebabnya buah matang tidak pernah kosong dan lumayan banyak. Rasanya manis asam dan lebih dominant rasa manisnya kalau sudah matang sempurna. Buah inilah yang menjadi makanan mereka setiap hari, ditambah dengan hasil berburu, sebelum hasil tani mereka panen. Sedikit ke lereng pebukitan tersebut, terdapat mata air yang keluar dari Batu sangat segar dan jernih, menjadi sumber air bersih dan cuci mandi bagi Tuan Sumerham dan boru Siregar.
Dalam keadaan tanah tercangkul di di areal mereka tinggal, Oppung boru bingung, mau menanam apa? Sementara sebiji benihpun tidak mereka bawa. Tanpa diketahui dari mana asalnya, tumbuh sebatang padi di lading yang merka cangkul, lalu merak rawat dan dibuat menjadi benih, itulah asal mula mereka bertanam padi. Penulis masih semapat memakan nasinya disebut padi sisior berasnya merah, dan sering dikatakan orang di kampung Pakkat, padi si Rambe. Padi tersebut punah akibat bibit padi unggul dari pemerintah.
Ternyata buah rambe ini mungkin mempunyai khasiat** untuk menyuburkan kedua oppung kita Tuan Sumerham dan boru Siregar. Maka pada suatu saat Oppung kita boru Siregar mengandung anak pertamanya. dan seterusnya hingga mempunyai tiga orang putra dan satu orang putrid bernama Surta Mulia br. Rambe. Anak Pertama diberi nama Rambe Toga Purba, Anak Kedua diberi nama Rambe Raja Nalu, yang terakhir Rambe Anak Raja dan Rambe menjadi icon ketiga anaknya dengan keyakinan, karena Buah Rambe itulah Tuan Sumerham dan boru Siregar dapat berketurunan yang selanjutnya menjadi marga keturunan Tuan Sumerham.
** beberapa orang parumaen Rambe yang lama tidak mempunyai keturunan, dengan hati yang tulus dan tekat yang murn, pergi ke Lobu Tondang untuk memakan buah Rambe, ternyata menjadi punya anak. Ketulusan dan kemurnian tekad serta tidak ada rasa ego dan serakah, akan membuahkan hasil. Ini dibuktikan adanya parumaen Rambe yang serakah, didorong oleh keinginan yang kuat, sehingga dia berpikir biarlah saya yang berhasil, yang lain tidak perduli, maka dia gagal mempunyai keturunan. Karena pada saat itu ada bersama dia juga parumaen Rambe, hampir tidak kebagian dibuat yang bersikap serakah tersebut. Dan memangis di pohon rambe tersebut. Karena seseorang kasihan, maka sebiji rambe yang dia pegang dengan maksud untuk dimakan, akhirnya diberikan kepada yang menangis. Ternyata dia yang berhasil punya anak.

Pertemuan Tuan Sumerham dengan Raja Tuktung Pardosi
Tempat yang dipilih Tuan Sumerham dan Br Siregar menjadi tano tombangan mereka, ternyata masuk wilayah kekuasaan Raja Tuktung Pardosi. Tanpa sepengetahuan Raja mereka tinggal di sana. Raja pardosi sendiri mengawasi kerajaannya melalui benda-benda yang hanyut pada sungai yang mengalir di wilayahnya. Dia tidak perlu menyisir wilayah untuk mengetahui keadaan di pedalaman. Satu ketika, Raja mengamati wilayahnya dengan emlihat yang hayut di Sungai Sirahar. Alangkah kagetnya Raja setelah melihat, ada potongan kayu dan jerami yang hanyut di sungai tersebut. Dengan melihat yang hanyut itu, Raja berkesimpilan, ada penduduk gelap yang berdsiam di wilayah kekuasaanya tanpa ada laporan. Segera raja dan pengawalnya mencari penduduk gelap tersebut untuk dimintai keterangan dan memberi sanksi. Bertemulah Raja Pardosi dengan Oppung kita Tuan Sumerham. Setelah pertanyaan serta berbagai penjelasan Tuan Sumerham dan keluarga di jatuhi sanksi “harus memberikan upeti setiap mendapatkan hasil dari pekerjaan”. Hasil buruan, harus diberi kepala buruan kepada raja. Hasil pertanian setiap pertama panen setiap musing lebih dahulu diberikan ke Raja baru bisa di makan oleh keluarga Tuan Sumerham.
Satu hal yang menguntungkan keluarga Tuan Sumerham, Raja tidak memberi kategori tawanan kepada keluarga Tuan Sumerham. Dengan demikian Tuan Sumerham dapat berusaha melepaskan diri dari segala sanksi.
Lepas dari Upeti
Untuk melepaskan diri dari Upeti, (apakah karena tuntutan anaknya atau untuk masa depan keluarganya, tentu Tuan Sumerham yang tau. Dia membuat pekerjaan yang jitu. Sebagaimana biasa dipagi hari Tuan Sumerham pergi melihat jebakan rusa (sambil/jorat). Dia melihat joratnya menjebak Rusa yang sangat besar dan berbulu panjang, lalyu Tuan Sumerham meberi balankon/mahkota/bulang-bulang rusa di kepala dengan warna Putih, Hitam dan Merah dia atur sedemikian seolah bukan buatan manusia. Dan bekas jejaknya dia rapikan kembali, sehingga kelihatannya belum ada yang melihat rusa tersebut dari dekat. Tempat itu sampai sekarang disebut Panambilan (asal kata sambil atau jorat)
Tuan Sumerham dengan segera menemui Raja Tuktung Padosi dan menceritrakan Rusa tersebut, kira-kira beginilah dialognya:
“,,,,,,,,,Yang Mulia Raja yang dihormati, mengingat perjanjian kita saya tidak mau inkar, tetapi saya takut. Saya tidak tau apagerangan yang akan terjadi kelak dengan tanda rusa yang saya dapatkan. Saya tidak berani membunuh sebelum saya tanyakan kepada Sang Raja. Itu sebabnya saya dating,,,,,”
“,,,,,,,Ada apa rupanya Tuan Sumerham?,,,,,,,”
“,,,,,,,Raja yang saya hormati, jebakan saya mendapatkan seekor rusa yang besar, tetapi saya takut mendekatinya, silakan kita lihat yang mulia,,,,,,,,,,”
Berangkat lah Raja dengan panduan Tuan Sumerham ke tempat Jebakan tersebut. Dari kejauhan Tuan Sumerham sudah menunjuk kepada rusa yang bermahkota kain putih, hitam, dan merah. Ternyata benar yang disiasatkan Tuan Sumerham. Sang Raja kaget melihat rusa yang bermahkota tersebut sangat menyeramkan dan berkata; “,,,,,,,,, di ho ma na di ho!?. Mulai saonari, unang be lean ugut ni na ni ulam. Aha pe boa-boa ni ursa I sahat di ho ma I, ndang sahat tu au dohot harajaonhu I,,,,,,,,,,,,,” (artinya, kaulah yang betanggung jawab atas alamat apa yang akan terjadi oleh rusa tersebut. Jangan lah beralamat ke saya dan kerajaan saya. Mulai sekarang tidak usah kau laksanakan sanksi sesuai perjanjian kita.)
Sejak saat itu Tuan Sumerham dan keluarga lepas dari segala upeti kepada Raja. Mereka bebas melakukan apa saja tanpa dibebani oleh peraturan Raja.
Raja Tuktung Pardosi, mempunyai tiga orang Putri, yang tertua mernama Nanja br Pardosi, kedua Kirri br Pardosi, ketiga Rubi br Pardosi. Sementara Rambe Purba, Rambe Raja Nalu, dan Rambe anak Raja sudah berajnjak dewas, demikian juga ketiga boru Pardosi. Oleh Kuasa maha Pencipta, mereka dipertemukan menjadi Pemuda dan Pemudi yang saling mengikat Janji. Untuk merealisasikan janji mereka, maka Raja Tuktung memberi syarat. Tuan Sumerham dan keluarga harus banyak/ramai menghadiri pernikahan tersebut. Suatu hal yang sulit bagi Tuan Sumerham, memngingat kepindahanya ke Lobu Tondang karena perlakuan Saudara tirinya yang menyakitkan. Tetapi karena sudah merupakan syarat dari Raja, maka Tuan Sumerham memberangkatkan ketiga anaknya untuk mengundang Saudara Tirinya dari Tano Tipang Bakkara.
Sebelum berangkat, Tuan Sumerham memberi nasehat, pesan dan petunjuk yang harus mereka lakukan.
  1. Mereka harus selalu mengarah kepada ujung lidi (tarugi) pohon aren yang di jepitkan pada kayudi setiap belokan.
  2. Sesampainya mereka di sana, mereka akan di tangkap dan dipasung, kemudian pada pagi hari akan disembelih/dibunuh. (demikian lah ceritanya, dahulu, kalau ada orang yang tidak dikenal masuk kampung, ditangkap dan lalu dibunuh)
  3. Pada saat di pasung, mereka harus melantunkan lagu berulang-ulang sambil menangis. Bahasa lagunya
“mago do hape horbo namulak tu barana”,
“mago do hape takke namulak tu sokkirna”,
“mago do hape jolma namulak tu hutana”
artinya suatu hal yang tidak mungkin terjadi, apabila mata kampak kembali ke tangkainya menjadi hilang, kerbau menjadi hilang kalau kemali kek kandang, juga manusia menjadi hilan pabila kembali ke kampong. Tetapi itu akan terjadi pada mereka bertiga kalau tidak menayakan mereka anak siap.
  1. Mereka punya Namboru yang buta bernama Si Buro Aek So Hadungdungan
  2. Tanda tanda, yang dapat mereka berikan yaitu, Ogung sarabanan dikubur di pohon nangka silambuyak dekat rumah, Tangkai tombak dikubur di kayu Pilar pertenghan Rumah Bolon, Sarung dari pedang, disimpan diplafon rumah bolon.
Tuan Sumerham memberangkatkan anaknya yang tiga dalam kekawatiran, maka berkali-kali dipesankan agar mereka mengikuti petunjuk dan pesan serta menjawab pertanyaan sesuai substansinya dan tidak perlu menjawab apabila tidak ditanya.
Berangkatlah mereka bertiga dengan mengikuti lidi tarugi yang sudah ditunjukkan Tuan Sumerham sebagai awal melangkah. Apabila mereka sudah menemukan lidi selanjutnya mengikuti arah ujung lidi itu, sampai menemukan lagi lidi berikutnya dan mengarah kea rah ujung lidi tersebut. Demikian mereka menelusuri hingga sampai ke tempat tujuan.
Tibalah mereka di Tano Tipang Bakkara. Apa yang diisyaratkan Tuan Sumerham terjadilah kepada mereka ditangkap dan dipasung ditempatkan bawah Rumah. (Dahulu rumah batak bertiang tinggi dan dibawah sebagai kandang ternak seperti sapid an kerbau) Pada malam hari mulailah mereka melantunkan syair yang diajari Tuan Sumerham dengan penuh ketakutan dan menagis, terus menerus (diandunghon), Pada tengah malam, Namborunya mendengar andung mereka semakin di cermati semakin berdiri bulu kuduknya lalu ia menemui Saudara tirinya yang sedang Rapat acara pembunuhan ketiga orang itu di pagi hari. Lalu Namborunya angkat bicara. “,,,,,,,,,,, Hamu akka hula-hulaku, atik boha tu julu uluni na mate maup. Adong dongan tubu mu/Abang mu na mago. Atik boha dung dipangarantoan mamoppar. Asing hubege adung nasida. Dao-daoma jea sukkun hamu jolo nasida,,,,,” Mendengar itu, mereka pun stop rapat dan memperhatikan dan mencermati lantunan adung mereka bertiga. Merka pun turn dan bertanya;
“,,,,,,,,,Siapa kalian sebenarnya?,,,,,,,,”
“,,,,,,Bagaimana kami menjawab? Sedangkan kami dalam keadaan terpasung?,,”
Maka mereka di lepaskan dan diajak naik ke rumah lalu ditanyalah seperti layaknya Tamu terhormat.
“,,,,,,,,,,,kami adalah anak dari Tuan Sumerham,,,,,,,,”
“,,,,,,,,,Apa bukti kalau kalian anaknya,,,,,,,,,,”
“,,,,Ogung Sarabanan di kubur dekat pohon nangka silambuyak,,,,,,”
Lalu merka menggali pada malam itu juga. dan mereka menemukannya.
“,,,,,,Apalagi tanda yang dapat kamu berikan?,,,,,,,,,,”
“,,,,,,Tangkai tombak di kubur di tiang tengah/pilar tengah rumah bolon,,,,,,”
Merka juga langsung menggali, dan menemukannya.
“,,,,,,Apalagi,,,,,,,?”
“,,,,,,,,,,Sarung pedang ada di plapon/bonggar-bonggar rumah bolon,,,,,”
Mereka cari juga ketemu. Dan apa lagi, “,,,,,,,,kalau pustaha dibawa ke perantauan, dan ada sama bapak sekarang,,,,”
Dengan senang hati namborunya mendengar semua peristiwa itu, dalam hatinya dia berdoa, terimakasih mula jadi nabolo hidup dan berketurunan rupanya hula-hula saya itu. Terima kasih mula jadi nabolon, begitulah dalah hatinya. Lalu mereka ditanya kembali.
“,,,,,,,,, Ya… kami sudah percaya, lalu apa maksud kedatangan kalian,,,,,,,?
“,,,,,,,Kami bertiga mau menikahi tiga orang putrid Raja Tuktung di panombagan nami, tetapi raja bersyarat, kita sekeluargan harus ramai. Maka kami datang untuk mengundang,,,,,,,”
“,,,,,,ooOOooo, ,,kami akan datang, “marhoda-hoda bakkuang, marbonceng-bonceng ihurna”,,,,,,,,,,,,,”
Mereka bertiga tidak mengerti arti dari kalimat tersebut, langsung mengucapkan terima kasih dan pamit untuk pulang.
Mereka kembali mengikuti lidi tarugi untuk pulang ke Lobu Tondang. Merekapun melaporkan hasil kunjungan mereka mengundang Saudaranya yang di Tano Tipang Bakkara, dan memberitahukan kalimat yang diucapkan saudaranya, mendengar itu Raja Tuktung Kaget. Karena arti dari “marhoda-hoda bakkuang……….” Artinya berperang. Bagi Raja Tuktung, adalah suatu tantangan sebab sudah ditentukan hari H. undangan pun sudah berjalan tinggal pelaksanaan. Seorang tidak mungkin membatalkan acara yang sudah dirancang, karena menyangkut harga diri raja. Raja harus bertanggung jawab atas apa yang sudah ditetapkan. Lalu Raja Tuktung mempersiapkan Tentaranya untuk cegah tangkal pada pesta perkawinan ketiga putrinya. Dengan persiapan yang sudah sangat matang, semua siap pada posisi masingmasing sebagai pengamanan detik-detik perkawingan putrinya, Pada waktu “sagang ari” (pukul 10.00) undangan Tuan Sumerham, yaitu keluarga saudara tirinya, sudah menjelang tempat pesta, dengan membunyikan kode perang ***
***menurut yang disejarahkan oleh para orang tua, bahwa, pada saat itu ada usaha sekaligus untuk menghilangkan jejak atau sejarah adanya Tuan Sumerham. Dengan tujuan sejarah Toga simamora hanya ada satu jalur sejarah, yaitu Toga Simamora dan tiga anaknya Purba, Manalu, Debataraja. Maka dalam pemikiran mereka, belum begitu banyak dengan hitung hitungan kekutan, bahwa Tuan Sumerham dan keluarga dapat mereka lenyapkan dengan segera. Mereka sama sekali tidak memperhitungkan kekuatang tentara kerajaan.

Kode perang tersebut langsung disambut oleh Tentara Kerajaan Pardosi, maka mereka yang datang dari Tipang Bakkara (Saudara tiri red.) dengan tujuan menghilangkan jejak Tuan Sumerham, tidak kesampaian. Maka mereka dipukul mundur tunggang langgang oleh Tentara Kerajaan, kembali ke Tipang Bakkara dengan kegagalan, yang mengakibatkan adanya marga Rambe sampai sekarang.
Pesta perkawinan berjalan selanjutnya, tanpa ada gangguan, maka pasangan, pasangan pengantin adalah sebagai berikut: Rambe Toga Purba istrinya Rumbi br. Pardosi; Rambe Raja Nalu dengan istrinya Kirri br. Pardosi; Rambe Anak Raja dengan istrinya Nanja br. Pardosi. Demikan lah mereka hidup berumah Tangga dengan damai, namun pikiran Tuan Sumerham, masih bekerja untuk mendirikan parhutaan bagi ketiga anaknya. Salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan adalah ketiga parumaennya sebagai putri Raja yang berkuasa di daerahnya, maka Tuan Sumerham mengumpulkan ketiga anaknya bersama istri masing-masing. Tuan Sumerham memaparkan nuansa pemikirannya untuk masa depan mereka, dengan keberadaan mereka numpang hidup di kerajaan Pardosi, posisi mereka sangat lemah. Peluang untuk kembali ke Tipang Bakkara memang masih ada namun wilayah tersebut dapat dikatakan relative sempit. Sedangkan wilayah kerajaan Pardosi, masih sangat luas.
,,,,,,,,,, “Lalu apa yang dapat kami perbuat ?,,,,,,,,” jawab ktiga anakdan parumaennya.
,,,,,,,,,, “Masih ada peluang kalian mempunyai tanah yang luas, sebagai kerajaan kita yang bakal kerajaan kalian bertiga. Asalkan kalian mau menuruti apa yang saya suruh,,,,,,,”
,,,,,,,,, “Kami mau melaksanakannya demi terkabulnya cita-cita ayah,,,,,” jawab mereka bertiga sepakat.
,,,,,,,,, “Pergilah kalian “marebat” ke kampung Raja, yaitu mertua kalian, setelah satu hari menginap, biarkanlah dulu parumaenku tinggal disana, kalian bertiga pulanglah dulu untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Bagi ketiga parumaenku tinggallah dulu disana untuk beberapa lama, sampai ada pertanyaan dari Raja (besan Tuan Sumerham) dan pasti akan ditanya permintaan kalian agar kembali ke keluarga masing-masing. Nah kalian Parumaenkulah yang mengatur, seberapa luas wilayah kerajaan kita yang kalian inginkan,,,,,,,,”
Maka mereka bertiga serta istri masing-masing pergi ke rumah Raja Tuktung layaknya “marebat” sesuai adat kebiasaan, pengantin harus melaksanakan mebat, setelah beberapa lama menikah**). Sesuai dengan yang diskenariokan Tuan Sumerham, maka besok harinya ketiga anaknya pulang dengan alasan kepada Raja untuk melanjutkan kegiatan sehari-hari demi kehidupan mereka sebagai keluarga.

**)“marebat” dimaksud adalah “paulak une” dalam acara perkawinan ulaon sadari,. adalah acara adat lanjutan setelah beberapa hari menikah. Acara ini erat kaitannya dengan hukum perkawinan adat batak. Acara ini menjadi kunci sebuah rumah tangga lanjut atau cukup sampai paulak une tersebut. Bagi pihak parboru, acara ini paling sangat dibenci, tapi harus dilaksanakan. Pembahasan tuntas pada hukumadat perkawinan

Bagi Raja Tuktung, keadaan seperti itu, merupakan hal yang biasa pada perlakuan adat sehari-hari. Tetapi hari semakin bertambah hari, Raja mulai gelisah, karena ketiga mantunya, belum juga datang untuk menjemput istri masing-masing, sementara ketiga putrinya pun tidak bergeming untuk berencana pulang kembali ke suami masing-masing. Tentu sebagai Raja yang dihormati, adalah aib baginya, ketiga putrinya yang sudah menikah, berlama-lama di rumahnya atau kampungnya. Hari bertambah hari, tidak ada tanda-tanda dari ketiga putrinya ingin pulang ke Suami masing-masing. Tentu hal semacam ini membuat raja semakin pusing, maka dari pada berlama-lama, akhirnya Raja mengumpulkan mereka bertiga, dan bertanya kenapa mereka belum berencana pulang ke suami masing-masing? Mereka bertiga diam tidak menjawab. ,,,,,”apakah kalian mempunyai kesalahan terhadap mertua atau suami kalian,,,,,,,,?” Merka tetap diam tidak menjawab, sampai raja marah, mereka menyangkal tuduhan/kekhawatiran Raja. Akhirnya raja membujuk ketiga putrinya.
,,,,,,”Apakah ada yang ingin kalian minta dari saya,,,,,,?
Mereka bertiga tersenyum, namun belum menjawab. Melihat mimik itu raja semakin yakin, kalau mereka punya permintaan,
,,,,,,,”baiklah, saya akan memberikan apa yang kalian minta, asalkan kalian kembali ke suami masing-masing untuk mengurus rumah tangga kalian,,,,,,,,”
Dengan serempak mereka menjawab.
,,,,,,,”Apakah janji bapak itu betul,,,,,,?
,,,,,,,,” iya,,,, akan saya penuhi, asal kalian kembali mengurus menantu saya dan keluarga kalian,,,,,”
Lalu mereka bertiga mengajak raja ke atas bukit*) dekat rumah raja. Setelah sampai di atas, mereka mengajukan permintaan dengan berdiri seolah membuat lengkungan menghadap kampung raja.
*) Bukit tersebut dikenal di Pakkat bernama Gotting, dan merupakan perbatasan Tano Rambe dengan Tukka harajaon Pardosi.

,,,,,Bapak,,,,! Inilah permintaan kami. Seluas mata memandang ke belakang kami, berilah itu sebagai kerajaan kami, agar kami bertiga mempunyai kerajaan.,,,,,”
Sebagai seorang raja, janji atau omongannya merupakan peraturan atau undang-undang. Maka ditetapkanlah tempat berdiri mereka sebagai perbatasan antara Negeri Rambe (kerajaan marga Rambe yang luasnya satu kecamatan minus kerajaan pardosi, Kerajaan Simanullang) Maka batas kerajaan Negeri Rambe, adalah Gotti kearah Tukka Barus, Parajaran (dulu sekarang lepas krena kelemahan rambe), Kearah Parlilitan sebelum Aek Riman, lalu dengan Marbun aliran sungai Sisira sampai ke Sibongkare, lalu kesijarango, Sungai Sisira masuk kerajaan Rambe, kearah Timur laut Sijarango berbatasan dengan Simatabo, kearah Timur menyusuri lembah pegunungan Sapparungan, Sipahutu-hutu (merupakan hulu dari Sungai sirahar yang mengalir dari Sijarango hingga ke sigorbus), Rabba Pattil kearah Gunung Pinapan, Batu papan, gn Tua Jagapayung Sirandorung kemudian menelusuri pegunungan Sampuran Sipulak dan kembali ke Gotting. Jadi jelas merupakan wilayah yang sangat luas menjadi satu kecamatan. Setelah ketiga anak tuan Sumerham mempunyai anak, dan Tuan Sumerham menyadari dirinya sudah tua, perlu untuk menempatkan anak-anaknya sebagai strategi penguasaan Teritorial ditempatkan lah Rambe Toga Purba istrinya Rumbi br. Pardosi ditempatkan di Tambok Rawang Jakhadatuon/Batugaja sebelah selatan Lobu Tondang dengan daerah penyebaran kearah selatan, Tenggara, dan Barat daya. Rambe Raja Nalu dengan istrinya Kirri br. Pardosi ditempatkan di Rura Parira Sibambanon sebelah Timur Lobu Tondang, dengan daerah penyebaran keturunannya Timur, Timur Laut dan Tenggara,. Rambe Anak Raja dengan istrinya Nanja br. Pardosi ditempatkan di Tolping sebelah Barat Lobu Tondang dengan daerah penyebaran keturunan daerah Barat Daya dan Barat Laut. Daerah Utara yang dibentang oleh sungai Sisira menjadi daerah panombangan sekaligus menjadi batas bagian Utara Negeri Rambe.
Hingga generasi ke-7 sejalan dengan kepergian keturunan Rambe Raja Nalu ke Sipionot yang menjadi Baginda So Juangon yang menyusul bapaknya memakai marga Rambe dan hingga di Sipiongot dan sekitarnya tetap memakai Marga Rambe. Generasi ke 8 anak dari yang menjadi Baginda So Juangon, juga memakai marga Rambe sampai generasi ke 9 sejalan dengan datangnya Kappung Meman Debataraja ke Sijarango, Rambe masih eksis di Negeri Rambe, Pakkat
Menurut penelusuran saya, bahwa keturunan Tuan Sumerham sebelum masuknya rintisan jalan oleh Belanda ke seluruh daerah di sumatera utara, masih memakai marga Rambe. Ini dibuktikan oleh
1. Nisan marga Manik yang terdapat di Sijarango tertulis “Op. Ganda Marimbulu Manik/br. Rambe”
2. Surat Keterangan dari pemerintah Belanda tahun 18 sekian tertulis “Aman Sampe Rambe marhoendoelan di Pakkat Barus Hulu”. Ternyata keturunan Aman Sampe Rambe sekarang ini memakai marga Purba
3. Marga Rambe sendiri yang tinggal di daerah selatan Sumatera Utara (UtamanyaSipiongot dan Gunungtua sekitarnya) adalah keturunan Tuan Sumerham dari Pakkat pada generasi 5 atau ke 7 pergi merantau ke sana dan bermarga Rambe, hingga sekarang memakai marga Rambe.
Sejak Kapan marga Rambe menjadi Purba Manalu Debataraja?

4 opmerkings:

  1. mau nanya amang, kalau manalu rambe apakah sama dengan butar2?

    AntwoordVee uit
  2. mau nanya amang, kalau manalu rambe apakah sama dengan butar butar??

    AntwoordVee uit
    Antwoorde
    1. setau saya marga butar butar itu sama dengan manalu ruma butar...
      tidak ada manalu rambe, yang ada rambe raja nalu...
      purba,manalu,dan debata raja adalah saudara tiri dari opung kita tuan sumerham(rambe)

      Vee uit